Lagu adalah milik semua orang, entah siapa yang bikin dan mau diperjualbelikan atas nama copyright, industri musik, pelabelan studio, dan atau kapital lainnya tidaklah membuat lagu jadi milik pribadi dalam arti luas. Sekali seorang me-launching lagu, maka otomatis akan jadi milik orang lain, dengan logika sederhana bagaimana mungkin sebuah lirik, nada, ritme, dan melodi yang terejawantah dalam tembang akan jadi egois dan oportunis, karena lagu tidak bisa disembunyikan. Maka, semua nomenklatur yang aku sebut tadi hanyalah administrasi normal dari sebuah kapital industri musik, yang mereka sebut copyright ketika hanya dinyanyikan seorang diri, kelompok maupun sebuah acara yang besar, tetapi tidak boleh diperjualbelikan lewat media apa pun, dus dengan keuntungan dari lagu copyright itu yang dipermasalahkan, selebihnya yang penting dinikmati sendiri saja.
Dan bila suatu masa berkembang fenomena dan budaya cover lagu hanyalah akibat lanjutan atau kontinuasi dari gelombang kapital industri. Ada lagu bagus, enak di dengar, dan disukai banyak orang mestinya akan ada ketertarikan dari yang lain untuk ikut mempopulerkannya (baca; komersil) secara gaya personal lain entah di aransemen ulang, lalu laris dan untung, nah ketika suatu saat menjadi masalah terkait copyright, itu hanya alasan kecil saja sebetulnya, di samping peng-cover tidak permisi atau kulo nuwun dahulu kepada pencipta, band, dan label. Mudahnya, sebenarnya minta izin akan menghapus semua masalah tadi berikut segala yang perlu dibahas, namun kembali lagi bahwa lagu memang sepantasnya untuk semesta.
Jika sebuah lagu dapat membuat orang merasa relate dengan sesuatu dan dapat teleportasi ke suatu masa hingga selalu terkenang, sebetulnya ialah lagu milik bersama. Yang sejujurnya dibicarakan adalah manakala kita dapat mengundang pencipta plus penyanyi dan band-nya untuk membawakan lagu-lagu mereka, maka menjadi sah dan benar dan bukan pembajakan menurut cara berpikir industri musik. Ketika aku lihat sebuah lagu diorbit ulang atau di remake dan mendapat sambutan dan apresiasi yang hebat tentunya lagu tersebut adalah milik hati banyak manusia.
...
𝚂𝚎𝚞𝚖𝚙𝚊𝚖𝚊 𝚕𝚊𝚐𝚞
𝚂𝚒𝚊𝚙 𝚍𝚒𝚗𝚢𝚊𝚗𝚢𝚒𝚔𝚊𝚗, 𝚓𝚞𝚐𝚊 𝚍𝚒𝚕𝚞𝚙𝚊𝚔𝚊𝚗..
("𝚔𝚊𝚛𝚎𝚗𝚊 𝚌𝚒𝚗𝚝𝚊")
Penggalan lirik puisi Iman Budhi Santosa itu menawarkan sikap pendewasaan bagi kehidupan pada umumnya dan lagu khususnya, juga bisa diperlebar untuk karya-karya yang lain. Logika puisi itu berkebalikan dengan kesadaran masyarakat dunia yang jamak untuk sepakat memahami bahwa kita hanya siap menyanyikan atau dinyanyikan yang berarti adalah keuntungan. Sementara puisi itu mengajak untuk lebih arif dan legowo dalam menyikapi kenyataan sosial yang tak menentu, jadi tidak cuman enaknya tok, tapi juga siap mental dalam menghadapi kealpaan apresiasi dan berpotensi diabaikan dunia.
Kesadaran kepemilikan, pernah berjasa atau kondisi mental yang dipengaruhi dan dibangun oleh kenaifan industri akan menatap getir dan pilu tatkala membaca puisi itu, sebab bagi mereka itu devaluasi dan pailitkapital. Lirik puisi itu sangat mengganggu kesadaran kapitalis dan kehidupan urban yang hedon, dengan secara tidak langsung cara-cara tadi mengibaratkan dan memperlakukan lagu sebagai materi belaka. Dan jika lagu benar-benar dilupakan, maka ia akan moksa kembali lalu nyanyi sunyi dan bahagia dalam rohani.
#Respon remake MV "Yang Terdalam" Noah 17-12-2021
Penulis: S.A Djie
Sungguh menggetarkan!!!
BalasHapusgeger ae nis, sikakk
BalasHapusJiaahaha kamu memang musisi ji..
BalasHapusnext generation didi kempot
BalasHapus