Postingan ini sebenarnya sama dengan yang sebelumnya, hanya saja dalam bentuk poin-poin saja. Berikut poin-poinnya:
1. Sastra itu bagian dari madzhab kehidupan yang memungkinkan manusia meraih tujuannya.
2. Tapi di Indonesia sastrawan masih setengah hati untuk diapresiasi secara masif.
3. Bagi negara dan pemerintah, sastra adalah musuh yang menggerogoti kekuasaan. Karena itulah kembali ke poin 2.
4. Fakultas sastra tidak pernah melahirkan tokoh sastra / sastrawan.
5. Sebab kesulitannya dalam membuat karya sastra, kini para penulis yang berangkat dari menulis untuk diri sendiri bergeser ke publik (untuk pasaran).
6. Orang Indonesia jarang berpikir yang paradoksal soalnya kita telah dibentuk dari dalam kelas untuk memahami hanya satu hal yang dijanjikan akan menyukseskan kehidupan di masa depan. Dan itu sejak zaman perjuangan, dan wujud itu adalah "Sekolah/Universitas".
7. Dalam keterkungkungan itulah Indonesia jarang sekali bisa memahami eksistensi orang lain, hingga crash adalah hal yang lumrah terjadi. Padahal itu bertolak belakang dengan kenyataan bahwa Indonesia adalah Bhinneka.
8. Jika ditelaah lebih mendalam mengenai keindahan suatu sastra juga tak luput dari seorang pembaca sastra itu sendiri, bagaimana seorang konsumen atau pembaca sastra bisa menyerap dan mengambil pembelajaran dari makna-makna sastra itu sendiri. Hasil tersebut setiap orang pasti mempunyai perbedaan dalam mencerna sastra tersebut tinggal bagaimana psikologis orang tersebut saat mencerna sastra itu apakah dia sedang susah atau gembira pasti punya alasan yang berbeda. Contohnya seperti yang dikatan mas Hanis yaitu bagaimana mungkin seorang mentri agama (Surya Darma Ali) melakukan korupsi yang mana uang tersebut adalah dana haji? Dari situlah arti sastra setiap orang berbeda.
9. Sastra diciptakan sebagai nasihat ataukah ancaman bagi setiap pihak yang berguna mengingatkan maupun sebagai perlawan dgn ungkapan kata kata yang indah.
10. Seorang penulis komik atau yang disebut mas Iqbal mengatakan yang kesimpulannya kalau sekarang pun sastra sudah dibatasi oleh pasar yang mana seorang penulis baik novel, komik, puisi, dan lain-lain sudah tidak bisa leluasa untuk berkarya karena penerbit sudah me-request sebelumnya, tema apa yang akan dibuat oleh seorang seniman sastra tersebut. Begitu pun dikuatkan oleh pengamat kesastraan mas Malik yang mengatakan bahwasanya pasaran dalam lingkup waktu sekarang adalah percintaan.
14/09/2018 (masjid Baitul Arqom Yogyakarta). majlis ke#14
Komentar
Posting Komentar