Novel ini berisikan sebuah cerita tentang
perlawanan kaum pribumi melawan kolonialisme Belanda.cerita ini bermula saat
pribumi bernama Minke pemuda pribumi putra seorang bupati yang berkesempatan
menempuh pendidikan di H.B.S. mesupakan salah satu siswa yang pandai. Karakter Minke
adalah pribumi yang cerdas dan berani melawan penindasan terhadap dirinya. Ia diperolok
temannya karena kulitnya berbeda dengan temannya yang keturunan Belanda. Minke sangat
mengagumi Eropa dan melupakan budayanya karena merasa Eropa jauh lebih baik
dalam segala hal.
Minke diajak temannya berkunjung ke
Wonokromo, sebuah perusahaan dan perkebunan tebu milik Nyai Ontosoroh. Nyai Ontosoroh
dipaksa menikah orang tuanya kepada orang Belanda dan dijadikan gundik. Awalnya
Nyai Ontosoroh menolak dan benci kepada sang suami (Tuan Mellema). Namun seiring
berjalnnya waktu Tuan Mellema ternyata sangat sayang kepada Nyai Ontosoroh. Dari
sang suami pula Nyai Ontosoroh belajar tentang perusahaan hingga benar-benar
berpengalaman dampai seluruh perusahaan yang mengendalikan adalah Nyai
Ontosoroh. Pernikahan itu melahirkan Annelies yang cantik jelita keturunan
Jawa-Belanda. Pertemuan itu adalah pertemuan pertama yang membuat Annelies dan
Minke jatuh cinta. Suatu hari Minke diminta Nyai Ontosoroh untuk datang kembali
ke Wonokromo karena sejka kepergiannya Annelies sering melamun dan pekerjaannya
banyak yang salah. Minke menjadi tempat curahan hati Annelies, ia bercerita
tentang keluarganya bahwa karena suatu hal ayahnya yang dulu baik berubah
karena suatu hal, yaitu saat anak papanya datang dan memperolok papanya serta
menghina mamanya dan menuntut haknya. Sejak itu sang papa jarang pulang dan
Nayi Ontosoroh yang mengurus seluruh perusahaan dan perkebunan. Minke semakin
dekat dengankeluarga itu, bahkan Minke dan Annelies diperbolehkan tidur bersama
satu ranjang.
Minke dikejutkan saat suatu pagi ia
dijemput agen polisi untuk dibawa ke kantor polisi. Lalu Minke naik dokar dan
ternyata menuju ke gedung bupati kota B. ternyata saat itu adalah saat di mana
ayah Minke diangkat menjadi bupati. Ayahanda Minke sangat marah karena Minke
tak pernah membalas surat dari sang ayah. Selesai berurusan di kota B, Minke
kembali ke Surabaya namun karena suatu hal demi menjaga kebaikan semuanya Minke
tidak ke Wonokromo. Suatu hari Minke mendapat kabar bahwa Annelies sakit keras
karena merindukan Minke. Nayi Ontosoroh memasrahkan Annelies kepada Minke. Setelah
kedatangan Minke, Annelies sembuh. Berbagai masalah datang dalam kehidupan
Minke dan Annelies. Minke melanjutkan pendidikannya hingga lulus sebagai
lulusan terbaik H.B.S, ia tak menyangka seorang pribumi berada di atas Eropa. Dan
di hari bahagia itu, Minke dan Annelies mengumumkan pernikahannya. Pesta pernikahan
besar-besaran digelar dengan tata cara Islam.
Enam bulan telah terlewati, keluarga itu
lagi-lagi dihantam badai. Annelies dan Nyai Ontosoroh menghadap ke pengadilan
putih yang memutuskan semua hak-hak kuasa kekayaan Tuan Mellema jatuh kepada
anak kandungnya. Hal itu membuat keluarga itu sangat terkejut. Juga surat yang
menunjukkan bahwa Mauris Mellema menjadi wali bau Annelies, pengasuhnya di
Nederland. Hal ini membuat Minke hampir pingsan. Sejak saat itu pun kesehatan
Annelies mulai terganggu. Nyai Ontosoroh sudah menyewa advokat untuk membantu. Inilah
perkara bangsa kulit putih yang menelan pribumi. Nyai Ontosoroh dan Minke tak
ingin menyerah dalam perkara ini. Mereka terus melawan. Pribumi harus
mempertahankan hak-haknya, tidak boleh ditindas Eropa saja. Semua hal dilakukan
Minke untuk mempertahankan Annelies, dari menulis, berdemo, hingga mengajak
forum Islam yang membela Minke. Hari terus erlalu sampailah saat-saat terakhir
di mana Annelies akan pergi. Annelies mempunyai permintaan terakhir kepada
mamanya untuk mengasuh seorang adik perempuan mirip Annelies. Perempuan Eropa
mulai menarik Annelies, ia berjalan ;ambat-lambat menuruni tangga dalam
tuntunan orang Eropa. Badannya nampak sangat rapuh dan lemah. Annelies pun
pergi menuju di mana Ratu Wilhelnima berkuasa.
Yogyakarta, 16 Februari 2018
Diskusi Majelisan #05
Oleh: Maulana M. Noor
Komentar
Posting Komentar