Warung Mbak Nanik merupakan tempat yang asyik untuk Cemplon dan warga desanya hanya untuk menikmati kopi ataupun rasan-rasan dengan sesama warga desa, warkop menjadi ajang berkumpul dan berbagi informasi, baik informasi tentang pekerjaan, keluarga bahkan politik dan ilmu keagamaan dibahas Cemplon dan masyarakat.
Suatu ketika Cemplon sedang memesan kopi dan teh yang hanya dihargai 5 ribu rupiah oleh Mbak Nanik "Monggo mas kopine" saut Mbak Nanik dengan parasnya yang ayu dan selalu tersenyum untuk memuaskan pelanggannya. Kopi Jolong yang pahit agak manis menjadi kopi yang sangat digemari Cemplon untuk menemani teman ngobrol, ngerokok dan juga nge-game. "Sruuup ahhh" Cemplon menyeruput kopi dengan pelan-pelan dan dengan perasaan yang dalam menikmati secangkir kopi buatan Mbak Nanik.
Baru dua kali seruputan kopi dan satu batang rokok linting yang masih mengebul di jarinya, Damar datang sambil memakai caping blarak di kepalanya, "Ngopi plon" sapa Damar sok keakraban, setelah memesan kopi Damar langsung duduk depan Cemplon sambil menggerutu mengenai padi-padinya yang dimakan wereng. "Saiki opo-opo sarwo larang yo, Plon, lengo (minyak goreng) larang, beras mundak, tempe karo tahu yo melu mundak kok, ingeti wae tempo sak upil ae rongewu telu lo, Plon, wong biasane ae limangatusan" (sambil asik memakan tempe goreng yang dihidangkan Mbak Nanik di meja depan Cemplon dan Damar).
Cemplon yang sedang merokok pun membalas Damar dengan kritik "Awakmu Mar penak ono sawah kari macul aku dewe golek gawean angel, ono serabutan wae ora saben dino, syukur-syukur ono seng jalok tulong kon ngadolke iwak, la nek ora la yo pahit aku, Mar". percakapan mereka semakin asyik dan seru, mereka memang korban dari mahalnya harga-harga kebutuhan pokok yang terus meroket di negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi, negara yang katanya penghasil sawit terbesar didunia, membakar dan menebang hutang menjadi perkebunan sawit, bahkan orang utan, flora dan fauna langka tidak pernah dipikirkan kelestariannya jika sudah diiming-imingi duit.
Cemplon bertanya pada Damar dengan sedikit keheranan "Saiki beras kok impor lengo kok angel kui, beras karo sawite bumi kene moro ne ngendi yo, Mar? Opo didol nek luar negeri ben menterine entok komisi?, la nek ngono aturane yo seng kesusahan wong cilik-cilik ngene to, Mar." yang menjadi masalahnya apakah wakil-wakil rakyat kita itu memikirkan suara dan melihat kesengsaraan rakyatnya untuk mengambil kebijakan ataukah hanya menghitung untung rugi secara materinya saja dalam mengambil kebijakan, "Kok setiap kebijakan hanya bekerjasama dengan elit-elit negara luar saja tanpa pernah bekerja sama dan berusaha bareng dengan rakyatnya sendiri. "Ah palingan wakil rakyat kita kini sedang menghitung-hitung asetnya dan melihat-lihat virtual account e-bankingnya sudah ada kenaikan belum? Sudah bayar belum? Ngapain capek-capek memikir rakyat yang hanya menggantungkan pemerintah saja.
Tak terasa kopi dan teh Cemplon habis, Damar berdiri dan pergi ke sawah lagi untuk menjaga sawahnya dari serangan emprit-emprit yang memakan padinya "Plon, balik disek arep nek sawah meneh aku". Sambil mengemasi rokok linting dan tembakaunya Cemplon pun pulang ke rumah sambil menggerutu "Amboh lakoni wae lah, mugo presiden e tahun ngarep bener-bener presiden seng gemati karo rakyate ora mok karo wong aseng".
Tlogoharum, 11 maret 2022
Penulis: Mujiyono
Komentar
Posting Komentar